Aku benci tatapanmu.
Aku benci saat kau membuangnya.
Aku benci saat kau menatap entah kemana.
Menghilang dalam riuh gemerlap jalanan,
juga pada hangat peluk teman-teman.
Aku tak segan menghilang juga.
Namun kataku aku tak bisa.
Tak bisa merasa,
Tak bisa mendua.
Bahkan kepada kesendirianku.
Yang aku mau bukan senyum gemolekmu,
atau ciuman panas di sekujur tubuh.
Yang aku benci saat kau menatap,
melihat kosong kearah lantai dan atap.
Seolah aku tak ada, aku tak terlihat.
Makanya, jangan pernah diam membisu.
Atau semua rasa antara kita kan menjadi semu.
Apa perlu kutampilkan muslihat?
Atau sejumput banyak mukjizat?
Kurasa tak perlu.
Kau selalu menyebutnya benar.
Iya,
Iya,
dan Iya.
Tapi bukan itu yang kumau.
Yang aku butuh adalah bukti.
Karena untuk hati itulah yang sakti.
Aku benci tatapanmu.
Saat kau tak menatapku.
No comments:
Post a Comment