Thursday, January 29, 2015

Sembari Berlabuh

Semua yang dulu telah sirna,
kini meraung dan kembali berasa.
Dan semua kata yang t'lah dirasa durhaka,
kini berubah rupa dan segala warna.
Mungkin terlalu lama aku berkelana,
hingga tak mampu lihat apa yang ada di depan mata.
Mungkin juga semua diubah oleh waktu,
meski yang tak pernah padam hanyalah satu.
Ada sekelimat kata-kata yang pernah tersurat,
disamping semua nalar dan janji yang berpihak.
Hal-hal itu semua mungkin pernah tersirat,
saat semua yang diucap hanyalah untuk sesaat.
Tak perlu takut menghadapinya!
Kau kenal aku, bukan?
Dan aku hanyalah anak dari dunia seberang.
Yang tak kenal hati, harta, dan haluan.
Bukan aku kata aku tak punya arah,
tapi yang pasti aku tak perlu meminta bantuan.

Dan seperti yang tertulis di kitab-kitab kejadian-Nya,
Datang lah!
Jamah lah!
Tak perlu jatuhkan jangkar, atau turunkan layar.
Karena sesungguhnya kita masih punya cinta yang mengakar.

Friday, August 15, 2014

Sekelimat Karakter.

Apa makna dari Cinta dan Tuhan?

Bepergian.
Pulang.
Bercinta.
Patah.
Berbicara.
Pusing.
Bercanda.
Paksa.
Bertemu.
Pisah.

Entah mana yang satu.
Bukan dua, namun bukan juga satu.

Bagai Saijah,
Dengan Kerbau.
Bagai Saijah,
Dan Sarung Adinda.
Bagai matahari di Barat,
Denganmu dari Timur.
Bagai aku,
Dan aku.
Aku ingin mengicip kopi. Kopi hitam, kental, dan hidup.
Kopi itu sama dengan hidup: Hitam, dan Pahit.

Entah kenapa orang suka.
Bukan suka, namun mungkin mereka cinta.

Lalu aku ditanya,
"Apa makna French Press dan Aceh Gayo?"

Sama seperti Cinta dan Tuhan,
Tak mampu kunikmati tanpa satu sama lain.

Thursday, July 11, 2013

o.o

Aku benci tatapanmu.

Aku benci saat kau membuangnya.
Aku benci saat kau menatap entah kemana.
Menghilang dalam riuh gemerlap jalanan,
juga pada hangat peluk teman-teman.
Aku tak segan menghilang juga.
Namun kataku aku tak bisa.
Tak bisa merasa,
Tak bisa mendua.
Bahkan kepada kesendirianku.
Yang aku mau bukan senyum gemolekmu,
atau ciuman panas di sekujur tubuh.
Yang aku benci saat kau menatap,
melihat kosong kearah lantai dan atap.
Seolah aku tak ada, aku tak terlihat.
Makanya, jangan pernah diam membisu.
Atau semua rasa antara kita kan menjadi semu.
Apa perlu kutampilkan muslihat?
Atau sejumput banyak mukjizat?
Kurasa tak perlu.
Kau selalu menyebutnya benar.
Iya,
Iya,
dan Iya.
Tapi bukan itu yang kumau.
Yang aku butuh adalah bukti.
Karena untuk hati itulah yang sakti.
Aku benci tatapanmu.

Saat kau tak menatapku.

Saturday, June 15, 2013

Biola Tua.

Ngik
Ngok
Ngik
Ngok
Ngik
Ngok
Ngik
Ngik
Ngok
Ngik
Ngik
Ngik
Ngok
Ngok
Ngok
Ngik
Ngok
Ngik
Ngok
Ngok.

Hai Tengik!
Cuba kau tengok!

Balada Tentang Seorang Jatuh Cinta

Aku bertemu dirimu.
Lalu aku jatuh cinta.
Bagaimana dengan rasamu?

Selesai.

Keningmu, Keningku Juga.

Tentang Engkau
Tentang Daku
Tentang Temu
Tentang Cumbu
Tentang Lalu
Tentang Rancu
Tentang Bisu.

Terkisah pada Pukul Empat Hari Minggu Bulan Enam.

Ya. Seperti judulnya: Gadis ini menawan seperti sore.
Sendu, namun menyejukkan bagai senja.
Membuat jelang malam cenderung ramai,
menjauhkan bising pagi hari dengan damai.
Sedangkan aku, aku hanyalah jelata yang melata.
Mengais kasih dari orang-orang sekitar,
Mencoba untuk berkata dengan mata,
Lalu sadar bahwa semua hanya berputar.
Di sore itu aku terlihat olehnya.
Namun tak cukup, aku mau dirasa olehnya.
Terawang apa yang terlampau kurang olehku.
Merindu akhir kemarau panjang olehku.
Yang aku lihat bukan juntai rambut gemoleknya.
Bukan indah tutur senyumnyanya.
Juga bukan jauh dan luas perangainya.
Yang aku lihat cuma ketulusan dalam tatapannya.
Biarkanlah orang lain mengetuk.
Toh, bukan mereka yang merasa terrasuk.
Biarkanlah aku merasa hilang,
dalam keramaian dimana aku berharap menang.
Namun kini tak peduli apa itu harmoni,
Mungkinkah itu candu bagi wanita dan lelaki?
Untuk berkata mengikuti benak,
hingga hati ikut jatuh terbelalak.
Tahukah engkau tentang apa yang menunggu?
Akankah engkau menunggu dengan termangu?
Mungkinkah aku mengindahkan segala tentangmu?
Pernahkan lalu bertanya tentang esok meski ia bisu?

Aku tak tahu. Ya, aku tak tahu.