Saturday, June 15, 2013

Terkisah pada Pukul Empat Hari Minggu Bulan Enam.

Ya. Seperti judulnya: Gadis ini menawan seperti sore.
Sendu, namun menyejukkan bagai senja.
Membuat jelang malam cenderung ramai,
menjauhkan bising pagi hari dengan damai.
Sedangkan aku, aku hanyalah jelata yang melata.
Mengais kasih dari orang-orang sekitar,
Mencoba untuk berkata dengan mata,
Lalu sadar bahwa semua hanya berputar.
Di sore itu aku terlihat olehnya.
Namun tak cukup, aku mau dirasa olehnya.
Terawang apa yang terlampau kurang olehku.
Merindu akhir kemarau panjang olehku.
Yang aku lihat bukan juntai rambut gemoleknya.
Bukan indah tutur senyumnyanya.
Juga bukan jauh dan luas perangainya.
Yang aku lihat cuma ketulusan dalam tatapannya.
Biarkanlah orang lain mengetuk.
Toh, bukan mereka yang merasa terrasuk.
Biarkanlah aku merasa hilang,
dalam keramaian dimana aku berharap menang.
Namun kini tak peduli apa itu harmoni,
Mungkinkah itu candu bagi wanita dan lelaki?
Untuk berkata mengikuti benak,
hingga hati ikut jatuh terbelalak.
Tahukah engkau tentang apa yang menunggu?
Akankah engkau menunggu dengan termangu?
Mungkinkah aku mengindahkan segala tentangmu?
Pernahkan lalu bertanya tentang esok meski ia bisu?

Aku tak tahu. Ya, aku tak tahu.

No comments:

Post a Comment